Penyebab Sindrom Peter Pan dan Kiat Mengatasinya

Sindrom Peter Pan bukan termasuk kondisi mental.

Mengutip Psych Central, beberapa psikolog menjelaskan sindrom Peter Pan sebagai perilaku orang yang merasa tidak mampu atau enggan menjadi dewasa.

Sindrom Peter Pan bukanlah diagnosis formal dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).

Sebutan sindrom Peter Pan pertama kali diusulkan oleh psikolog Dan Kiley dalam bukunya, berjudul The Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grown Up pada 1983.

Sebutan itu metafora untuk menggambarkan peningkatan jumlah orang yang enggan menerima tanggung jawab semasa dewasa.

1.

Pengalaman masa kecil “Gaya pengasuhan tertentu mengakibatkan orang tidak mempelajari keterampilan hidup beranjak dewasa,” kata psikolog Patrick Cheatham.

Orang yang mengalami sindrom Peter Pan cenderung cerdik menghindari tanggung jawab dan komitmen, terlalu berfokus pencarian sensasi dan hedonisme.

Orang yang sindrom Peter Pan biasanya orang tuanya terlalu protektif (melindungi) atau sangat permisif (serba membolehkan).

Itu dua gaya pengasuhan yang sangat berbeda.

2.

Pola asuh permisif Orang tua terlalu permisif atau serba membolehkan sering tak menetapkan batasan perilaku.

Akibatnya, anak tumbuh dengan keyakinan tak apa-apa melakukan segala hal yang diinginkan.

Saat melakukan kesalahan, orang tua akan menanggung akibatnya dan melindungi dari kesalahan itu.

Sebab itulah anak tak pernah belajar tindakan tertentu memiliki konsekuensi.

Itu juga yang berakibat saat tumbuh dewasa tak mengerti arti bekerja, karena kebutuhannya selalu terpenuhi orang tua.

3.

Pengasuhan yang protektif Mengutip Healthline, orang tua protektif di sisi lain menyebabkan anak merasa seolah-olah dunia orang dewasa itu menakutkan dan penuh dengan kesulitan.

Orang tua mungkin mendorong untuk menikmati masa kanak-kanak dan gagal mengajarkan keterampilan seperti mengelola keuangan, membersihkan rumah, keterampilan perbaikan sederhana, dan perilaku menjagah hubungan.

Orang tua yang protektif juga cenderung menghindari diskusi tentang masa dewasa dengan anaknya.

4.

Faktor ekonomi Patrick Cheatham menjelaskan, kesulitan ekonomi atau tanpa kemajuan mempengaruhi sindrom Peter Pan, terutama generasi muda.

Itu dianggap masa dewasa lebih sulit daripada sebelumnya.“Saya pikir dibutuhkan lebih banyak motivasi diri dan keterampilan sosial untuk memandu karier,” katanya.

Perubahan teknologi dan struktural dalam ekonomi Amerika membuat transisi lebih menggelegar antara masa remaja dan awal masa dewasa.

Upah yang rendah dan sedikit peluang untuk maju dalam angkatan kerja juga menghambat motivasi yang rendah mengejar karier, karena rasa kurang antusias.

Tarif kuliah perguruan tinggi yang telah melampaui inflasi juga berakibat tekanan dan kecemasan finansial tambahan.

Menurut ahli terapi dan psikolog Lauren Cook, orang yang sindrom Peter Pan bersikap cenderung menyukai kehidupan, sensasi petualangan, dan keceriaan.

“Ini sebenarnya bisa memiliki beberapa kekuatan untuk itu (mengatasi sindrom),” kata Lauren Cook.

Lauren Cook menjelaskan, terlalu banyak hal baik terkadang menyakitkan.

“Setiap orang memiliki sisi bayangan, tidak terkecuali Peter Pan seperti yang diingat dalam cerita,” katanya.

Kiat mengatasi sindrom Peter Pan ketika orang itu frustrasi, kemudian tersadar untuk bersiap berbenah, yaitu: Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *